Follow Us

Flickr Gallery

fathul qarib

Syaikh Al Imam Al ‘Alim Al ‘Alamah Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qosim As
Syafi’i -Semoga Alloh melimpahkan rahmat dan keridlhoannya amin- berkata :
Seluruh pujian hanya hak Alloh, memulainya dengan hamdalah karena berharap berkah, karena
merupakan permulaan setiap urusan yang penting, penutup setiap puji yang diijabah, dan akhir
ungkapan orang-orang mu’min di surga, kampung pahala. Aku memujiNya yang telah memberikan
taufiq kepada setiap yang Dia kehendaki dari kalangan para hambanya, untuk tafaquh di dalam
Agama sesuai dengan yang dikehendakiNya. Aku bersholawat dan memohonkan keselamatan bagi
makhluk termulia, Muhammad penghulu para utusan, yang bersabda :

مَنْ ي رُِدِ اللّهُ بهِ خَ يرْاً ي فَُقّهْهُ فِ ي الدّين
“Barangsiapa yang Alloh kehendaki kebaikannya maka Dia Ta’ala akan memahamkannya pada
agama” (HR. Bukhori[71], Muslim[1037]), demikian pula sholawat dan salam bagi seluruh
pengikut dan sahabatnya, selama ada orang-orang yang berdzikir dan adanya orang-orang yang
lalai.
Kemudian, kitab ini sangatlah ringkas dan runtut, kitab ini saya berinama At Taqrib, dengan harapan
para pemula bisa mengambil manfa’at dalam masalah cabang syari’at dan agama, dan supaya
menjadi media bagi kebahagiaanku pada hari pembalasan, serta bermanfa’at bagi para hambanya
dari orang-orang Islam. Sesungguhnya Dia maha Mendengar permintaan hambanya, Maha Dekat
lagi Maha Mengabulkan, orang yang memaksudkanNya tidak akan sia-sia “Jika hambaku bertanya
kepada mu, maka sesungguhnya Aku sangatlah Dekat”. (QS. Al Baqoroh : 186).
Ketahuilah!, dalam sebagian naskah kitab pada muqoddimahnya terkadang penamaanya dengan AT
TAQRIB dan terkadang pula dengan GHOYATUL IKHTISHOR, oleh karena itu saya pun
manamainya dengan dua nama, pertama FATHUL QORIB AL MUJIB FI SYARHI ALFADZI AT
TAQRIB, kedua AL QAUL AL MUKHTAR FI SYARHI GHOYATIL IKHTISHOR.
***
As Syaikh Al Imam Abu Thoyyib, dan terkenal pula dengan nama Abi Suja’ Syihabul millah wad
dien Ahmad bin Al Husain bin Ahmad Al Ashfahaniy –semoga Alloh memperbanyak curahan
rahmat dan keridlhoan kepadanya, dan menempatkannya di surga tertinggi– berkata:
[Bismillahirrohmaanirrohim] Aku memulai tulisan ini Alloh merupakan nama bagi Dzat Yang
Wajib Adanya ‘wajibul wujud’ Ar Rohman lebih menyampaikan daripada Ar Rohim.
[Al Hamdu] merupakan pujian kepada Alloh Ta’ala dengan keindahan/kebaikan disertai
pengagungan. [Robbi] yaitu Yang Maha Menguasai. [Al ‘Aalamin] dengan difatahkan, ia
sebagimana pendapat Ibnu Malik : Kata benda jamak yang khusus digunakan bagi yang berakal,
bukan seluruhnya. Kata tunggalnya ‘aalam dengan difathahkan huruf lam, ia merupakan nama bagi
selain Alloh Ta’ala dan jamaknya khusus bagi yang berakal.
[Dan sholawat Alloh] serta salam [atas pengulu kita, Muhammad sang Nabi] ia dengan hamzah dan
tidak dengan hamzah adalah manusia yang diberikan wahyu kepadanya dengan syari’at yang dia
beramal dengannya walaupun tidak diperintahkan menyampaikannya, maka jika diperintahkan
menyampaikan maka dia Nabi dan Rosul. Maknanya curahkanlah sholawat dan salam kepadanya.
Muhammad adalah nama yang diambil dari isim maf’ul al mudlho’af al ‘ain. Dan Nabi merupakan
badal dari nya atau ‘athof bayan. [Dan] bagi [keluarganya yang suci], mereka sebagaimana
diungkapkan As Syafi’i : Keluarganya yang beriman dari Bani Hasyim dan Bani Al Mutholib,
dikatakan dan An Nawawi memilihnya : Mereka adalah seluruh orang muslim. Mudah-mudahan
perkataanya ath thohirin diambil dari firmanNya Ta’ala : “dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya” (QS. Al Ahzab : 33). [Dan] bagi [para sahabatnya], ia jamak dari shohibun
nabi . Dan perkataanya [seluruhnya] merupakan takid ‘penegas’ dari shohabat.
Kemudian penulis menyebutkan bahwa dia menulis ringkasan ini karena suatu permintaan, dalam
perkataannya : [sebagian ‘al asdhiqo’ sahabat-sahabtku memintaku], ia jamak dari shodiiq. Dan
perkataanya : [semoga Alloh Ta’ala menjaga mereka], ia merupakan kalimat du’a. [supaya aku
membuat suatu ringkasan], ia adalah sesuatu yang sedikit lafadznya dan banyak maknanya [dalam
fiqih], ia secara bahasa bermakna pemahaman, adapun secara istilah adalah pengetahuan mengenai
hukum-hukum syar’iyah ‘amaliyah yang diusahakan dari dalil-dailnya yang rinci. [Madzhab Al
Imam] yang mulia, mujtahid, penolong sunnah dan agama, Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin
Al Abbas bin Utsman bin Syafi’i. [Asy Syafi’i] dilahirkan di Gaza tahun 150 H dan wafat [semoga
kepadanya tercurah rahmat dan keridlhoanNya] hari Jum’at akhir bulan Rajab tahun 204 H.
Penulis mensifati ringkasannya dengan ragam sifat, diantaranya [pada puncak ringkasan dan akhir
rangkuman] dan kata-kata al ghoyah dan nihayah memiliki kedekatan makna, demikian pula al
ikhtisor dan al ijaz, diantara sifatnya pula [mendekatkan pemahaman pada pelajar] kepada cabang
fiqih [untuk mempelajarinya dan mempermudah para pemula untuk menghafalnya] yakni
menghadirkannya dari hafalan bagi orang-orang yang berkeinginan menghafal ringkasan ilmu fiq.
[Dan] sebagian sahabat meminta pula supaya aku [memperbanyak didalamnya] yakni di dalam
ringkasan tersebut [pembagian-pembagian] ahkam fiqhiyyah [dan] dari [membatasi] yakni seksama
[dalam menentukan] yang wajib, mandzub dan selain keduanya. [Maka aku berkeinginan
mengabulkan pada] permintaannya karena [mengharap pahala] dari Alloh Ta’ala atas usaha menulis
ringkasan ini. [Harapan hanya kepada Alloh yang maha suci lagi maha tinggi] di dalam bantuan
–dari keutamaanNya– untuk menuntaskan ringkasan ini, dan [harapan pula hanya kepada Alloh,
untuk mendafatkan taufiq pada kebenaran], ia merupakan lawan dari salah. [SesungguhNya] Ta’ala
[atas segala sesuatu yang dikehendakiNya yakni diinginkannya [Maha Mampu] yakni Maha
Sanggup [dan Dia kepada para hambanya Maha Lembut lagi Maha Mengetahui] keadaan para
hambanya. Yang pertama diambil dari firmanNya Ta’ala “Alloh Maha Lembut kepada para
hambanya” (QS. Asy Syuro : 19), yang kedua diambil dari firmanNya Ta’ala “Dan Dia Maha
Bijaksana lgi Maha Mengetahui” (QS. Al An’am : 18), al lathif dan al Khobir merupakan dua nama
diantara nama-nama Alloh Ta’ala. Makna yang pertama ‘al lathif’ yang mengetahui segala sesuatu
secara detil dan permasalahan-permasalahannya, ia kadang dimutlakan pula pada makna Maha
lembut kepada mereka, maka Alloh Maha Mengetahui tentang para hambanya dan tempat-tempat
kebutuhan/kehendak/keinginan mereka lagi Maha lembut kepada mereka. Makna yang kedua
memiliki kedekatan makna dengan yang pertama, dikatakan : khobartu asysyaia akhbarohu fa anaa
bihi khobiirun, yakni mengetahui.
[1] Syaikh merupakan masdar dari syaa-kho, dikatakan syaa-ko – yasyii-ku – syaikhon, ia secara
bahasa orang yang telah melewati usia empat puluh tahun. Manusia selama berada di perut ibunya
dinamakan janin, karena tersembunyi dan terhalanginya, setelah dilahirkan disebut athiflu,
dzuriyyah, dan shobiy. Setelah baligh disebut syaab dan fataa. Setelah usia tigapuluh tahun disebut
kahul. Setelah empat puluh tahun jika laki-laki disebut syaikh, dan bila perempuan disebut
syaikhoh. Adapun secara istilah adalah orang yang telah mencapai kedudukan oranr-orang yang
memiliki keutamaan, walaupun masih anak-anak. (Lihat Hasyiyah Baajuuriy Qosim, Daaru Ihya al
Kutub al ‘Arobiyyah, h. 3).
[2] Secara bahasa al muttaba’ (yang diikuti), adapun secara istilah orang yang sah untuk dijadikan
contoh. (ibid).
[3] Maknanya yang memiliki banyak ilmu. (ibid).
[4] Beliau wafat pada tahun 918 H.
[5] Qodiy Abu Suja lahir pada tahun 434 H (1041 M), dan wafat tahun 592 H (1197 M) semoga
Alloh merahmati dan meninggikan derajatnya, Amin
[6] Penulis rohimahulloh memulai risalahnya dengan bismillah karena :
1. Mengikuti kitab Alloh Ta’ala, ia merupakan ayat pertama dari surat al Fatihah, bagian dari
surat an Naml dan merupakan ayat mustaqillah dari surat-surat yang lainnya; yakni sebagai
pemisah diantara surat, kecuali antara surat al Anfal dan surat Al Baroah.
2. Mengikuti sunnah Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam, sebagimana dalam sahih al
Bukhori hadits dari Abi Sufyan tentang surat baginda sholallohu ‘alaihi wa sallam kepada
pemdesar negeri Romwai, demikian pula hadits Miswar tentang perjanjian Hudaibiyah.
3. Mengikuti kebiasaan para Imam dalam menulis kitab dan risalah, demikian diungkapkan
Ibnu Hajar Al Asqolaniy dalam Fathul Bari Syarh Sahih Al Bukhori[6].
Adapun hadits yang menyebutkan : “Setiap urusan penting yang tidak diawali dengan
bismillahirrohmanirrohim maka terputus” dan yang semakna atau semisal dengannya maka
haditsnya Dlhoif/lemah. Diantara yang menghukuminya Al Hafidz Ibnu Hajar As Syafi’i, As
Syakhowiy dan yang lain-lainnya.
close